Kakao merupakan tanaman perkebunan utama yang memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Tanaman kakao juga merupakan tanaman rakyat dimana lebih dari 90% budidaya kakao dilakukan oleh rakyat. Perbanyakan tanaman kakao dapat dilakukan secara generatif menggunakan benih hibrida dan dapat juga dilakukan dengan perbanyakan vegetatif.

Perbanyakan vegetatif adalah penggandaan jenis yang diwujudkan pada terciptanya generasi baru menggunakan bahan tanam selain biji. Pada kakao disebut perbayakan klonal antara lain dengan teknik sambung pucuk, okulasi, somatic embryogenesis dan setek.

Salah satu teknik perbanyakan kakao klonal adalah dengan menggunakan metode setek mikro plagiotropik atau lebih dikenal dengan nama Plagiotropic Clonal Cocoa (PCC). Perbanyakan ini menggunakan entres mikro sehingga performa tanaman secara umum klonal dan true to type seperti sumber entres yang digunakan. Tanaman asal setek mikro plagiotropik memiliki performa mirip dengan kakao asal sambung pucuk, memiliki pseudo tap root yaitu akar tunggang semu dan memiliki keseragaman yang baik ketika ditanam di lapangan. Berikut beberapa demo plot tanaman asal setek mikro plagiotropik di beberapa petani disentra pengembangan kakao di Indonesia:

Distribusi benih asal PCC ini dapat dilakukan dengan metode cabutan yaitu benih dengan ukuran tertentu yang dikirim tanpa menggunakan polybag dan juga dapat dilakukan dalam bentuk benih siap tanam dalam polybag.  Berikut standar mutu benih asal setek mikro plagitropik yang tertuang dalam Kepmentan No 25 Tahun 2017 tentang Pedoman, Peredaran, dan Pengawasan Benih Tanaman Kakao.

1.        Standar Mutu Benih Kakao Asal Perbanyakan Setek Plagiotropik dalam bentuk Benih siap kirim di pesemaian

2.        Benih siap salur dalam polybag

Manfaat perbanyakan vegetatif akan didapat tanaman yang secara genetis sama dengan induknya sehingga diharapkan dengan sumber yang bermutu baik, maka akan diperoleh tanaman kakao yang baik, produktif, dan mutu seragam sesuai induknya. (Umi Fadlillah, S.P., M.Si.)